Sabtu, 21 November 2015

Teruntuk, Pemilik sang rindu




AKU DAN RINDU
 
Huffftt, helaan nafas mungkin akan dapat melambangkan ini.
Rindu? Oh satu makna ini tak bisa ditumpahkan dengan beribu kata.
Rintik hujan pun akan terkalahkan.
Beribu pecinta kata pasti pernah meluapkan ini didalam sebuah karya.
Manusia mana yang dapat mendustakan rindu?

aku dan rindu,
Ini sangat membelenggu, seperti diri dan bayangan. tak akan ku munafikan lagi. Bahwa aku tak pernah henti merindu, selalu berhasrat ingin bertemu, kamu.
Ingin ku kutuk jarak ini, menenggelamkannya ke dalam samudra sana.

Tak ku dustakan lagi,
Setiap embun pagi selalu terbesit nama-nama mu pekat dikaca kamar ku.
Setiap malam angan ku selalu terbayang akan sosok mu.
Bayangan-bayangan yang menusuk hati, jika disadari itu mimpi.

Merindukan mu adalah kebiasaan ku.
Tiap-tiap doa sebelum tidur selalu terselip nama mu, seperti mantra penghantar ke dunia mimpi. Halusinasi indah selalu tergambar jelas di dalam gelap tutup mata, berharap agar alam bawah sadar menjadikannya nyata.
Halusinasi, imajinasi tentang mu telah rapi. Bahkan film-film diluar sana akan kalah dengan apa yang telah tersusun dari angan ku ini.

Ketika mentari menghampiri, menulusuk ke celah-celah menghantar cahaya, itu seakan menjadi kamu. Mencoba membangunkan ku.
Menggampai pori-pori kulit ku dengan saluran cara itu.

Hari-hari seperti itu, tak pernah berkurang tapi  selalu bertambah. Entah kutukan seperti apa ini. Mungkin sajak-sajak sedang menernawakan akan hasrat menggebu untuk menggapai mu.
Akumulasi tentang jumlah-jumlah rindu tak akan terhitung lagi, ditambah dengan waktu yang dilalui. Hasrat semakin menekan, mungkin akan meledak dikala waktu yang tidak tepat.
Kadang kala, ego mampu membunuh rindu, tapi semakin dibunuh rindu itu mengikat hingga memasung rasa lebih dalam.
Kadang kala, logika melemahkan rindu. Tapi energi dari sebuah rasa membentengi itu.


Jika saja teori keseimbangan dapat mengatur ini, mungkin ini akan sedikit adil.
Jika saja para ahli menemukan teori pelepasan rindu selain bertemu, itu mungkin akan lebih indah.

Setan-setan kecil, selalu menggoda. Melemahkan aku untuk terkalahkan.
Dewa hades telah menunggu dengan senyum miringnya, menunggu aku tak berdaya.
Tapi kau tau? Aku akan mengalahkan ini.
Seberapa jarak kita?
Katakan, aku akan mampu bertahan.
Kepada dewa mercury, akan ku titipkan. Hingga ia akan bosan dengan hal yang sama.

kerikil-kerikil sialan itu  selalu mengatakan.
Kau adalah sebuah angan, bayangan mati. Yang akan hilang ditelan waktu nanti.
Mereka menertawakan ku, mereka mencabik harapan indah ku.
Mengganti alur halusinasi indah yang telah ku edit sedemikian rupa.
Mereka bilang aku hanya mimpi, kau tak menanti. Kau tak peduli.

Dan aku tak peduli itu.
Yang mengalahkan ku hanyalah
“ aku sibuk melemahkan rindu, melawan waktu. Dan kau sibuk menikmati dunia nyata mu, kemudian mengubur aku “

Yang aku takutkan adalah
“ aku terkalahkan dengan bayangan nyata yang bukan ketika bersama mu”

Ah, sudahlah. 433 kata sekarang telah tertera. Tapi ini seperti omong kosong yang memuakkan. “ ya, beginilah rindu. Tak akan tergambar walau dengan kata yang beribu “

Sekarang, aku harus keluar dari dunia fiksi ini. Meninggalkan jejak kata, dan menampik lagi. Ini kepada mu!
Tak akan habis jika ku jelaskan rindu disini, bahkan sampai huru-huruf di keyboard menghilang pun. Itu tak akan jelas. “ karna rindu adalah rasa, bukan bahasa yang mampu ditulis dengann kata “

Maka, simpanlah ini dilorong pikiran mu. Di pojok, keterbelakang atau disudut tak tertoleh pun tak apa.
Simpan ini! Sampai waktu akan menuju mu! Saat aku menjadi pemenang membuat rindu tak berdaya! Ketika aku mematikan waktu, dengan bertemu, mendekap mu. Menumpahkan rindu, melepas belenggu yang berlalu. Memutuskan tali-tali yang memasung di dalam benak. Merengkuh mu! Mendekap!
Menghancurkan kerikil yang telah menghina ku, setan-setan yang mengganggu mu.
Sekali lagi, ini tidak berbentuk lambang dari sebuah rindu, apalagi ungkapan. Sangat jauh untuk mengdiskripsikan. Yang bisa hanya mendekap mu. Menjadikan kamu dalam nyata ku.
Tunggulah itu, kau ingin tau apa rindu itu. Bukan?
Ya, tunggulah. Menantilah. Sampai nanti, nanti, dan nanti lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar